Senin, 22 Desember 2014

Proses Perpindahan Panas

BAB I 
KONSEP PERPINDAHAN PANAS 


1.1 Pendahuluan. 
      Perpindahan panas dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam industri proses. Pada kebanyakan proses, diperlukan pemasukan atau pengeluaran panas, untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Ka1or mengalir dengan sendirinya dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah. Akan tetapi, gaya dorong untuk a1iran ini ada1ah perbedaan suhu. Bila sesuatu benda ingin dipanaskan, maka harus dimi1iki sesuatu benda lain yang lebih panas, demikian pula ha1nya jika ingin mendinginkan sesuatu, diperlukan benda lain yang lebih dingin. Untuk itu pengetahuan tentang perpindahan panas sangat diperlukan. Pada bab ini akan dibahas mengenai mekanisme perpindahan panas, yakni konduksi, konveksi dan radiasi. Untuk masing-masing mekanisme tersebut akan diberikan penjelasan dan contoh yang ada sehari-sehari di sekitar kita. Sebelum mengambil mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan telah lulus mata kuliah matematika terapan sehingga tidak akan mengalami kendala dalam perhitungannya. 

1.2 Tujuan Khusus 
    Setelah mempelajari dan menyelesaikan soal-soal latihan pada bab ini,diharapkan mahasiswa dapat: 
- Menjelaskan pengertian dasar konsep perpindahan panas. 
- Menerapkan rumus perpindahan panas secara konduksi. 
- Menerapkan rumus perpindahan panas secara konveksi 
- Menerapkan rumus perpindahan panas secara radiasi 
- Menerapkan rumus perpindahan panas gabungan secara konduksi, konveksi, dan radiasi. 

1.3 Pengertian Perpindahan Panas 
    Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari perpindahan energi karena perbedaan temperatur diantara benda atau material. Apabila dua benda yang berbeda temperatur dikontakkan, maka panas akan mengalir dari benda bertemperatur tinggi ke benda bertemperatur lebih rendah. Disamping itu perpindahan panas juga meramalkan laju perpindahan panas yang terjadi pada kondisi tertentu. Mekanisme perpindahan panas yang terjadi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:  
a. Aliran Panas konduksi 
b. Aliran Panas konveksi 
c. Aliran Panas radiasi
Dalam aplikasinya ketiga mekanisme ini dapat saja berlangsung secara simultan. 

1.4 Aliran Panas Konduksi (Hantaran) 
     Yang dimaksud dengan hantaran ialah pengangkutan kalor melalui satu jenis zat. Perpindahan kalor secara hantaran/konduksi merupakan suatu proses pendalaman karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi di dalam bahan. Arah aliran energi kalor, adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah. Perpindahan panas cara ini terjadi pada benda tanpa disertai perpindahan molekul dari benda itu sendiri. Panas yang timbul pada konduksi ditransfer antar molekul yang berdekatan. Contoh 1.1 Peristiwa Konduksi. 


Gambar 1.1 Perpindahan Panas Secara Konduksi 

Ketika salah satu bagian logam bersentuhan dengan nyala api, secara otomatis kalor mengalir dari nyala api (suhu tinggi) menuju bagian logam tersebut (suhu rendah). Karena mendapat tambahan kalor maka bagian logam yang bersentuhan dengan nyala lilin memiliki suhu yang lebih tinggi. Adanya perbedaan suhu antara bagian logam yang bersentuhan dengan nyala lilin dengan bagian logam yang lain, maka semua bagian logam pun menerima kalor. Akibat mendapat tambahan energi, maka molekul-molekul penyusun benda bergerak semakin cepat. Molekul lain yang berada di sebelahnya bergerak lebih lambat karena molekul tersebut tidak bersentuhan langsung dengan benda yang bersuhu tinggi. Ketika bergerak, molekul tersebut memiliki energi kinetik (EK = ½ mV2). 

Molekul-molekul yang bergerak lebih cepat (energi kinetiknya lebih besar) menumbuk molekul lainnya yang ada di sebelah. Karena tumbukan tersebut, maka molekul-molekul yang pada mulanya bergerak lambat ikut bergerak lebih cepat. Pada mulanya molekul bergerak lambat (V kecil) sehingga energinya juga kecil (EK = ½ mV2). Setelah bergerak lebih cepat (V besar), energi kinetiknya bertambah. Demikian seterusnya molekul-molekul tersebut saling tumbuk menumbuk, sambil berbagi energi. Perpindahan kalor dengan cara demikian dinamakan konduksi.

Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Sebelum dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi setimbang. Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan elektron bergetar dengan amplitudi yang makin membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan atom dan elektron disekitarnya dan memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada atom dan elektron di ujung logam yang satunya.

Konduksi terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas. Pemanasan pada logam berarti pengaktifan gerakan molekul, sedangkan pendinginan berarti pengurangan gerakan molekul, seperti terlihat pada Gambar 1.2 berikut ini.
Gambar 1.2 Pergerakan molekul yang sama dengan perbedaan suhu 

Ketika benda yang memiliki perbedaan suhu saling bersentuhan, terdapat sejumlah kalor yang mengalir dari benda atau tempat yang bersuhu tinggi menuju benda atau tempat yang bersuhu rendah. Ketika mengalir, kalor juga membutuhkan selang waktu tertentu. Perlu diketahui bahwa setiap benda (khususnya benda padat) yang dilewati kalor pasti mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda. 


Gambar 1.3 Aliran kalor yang terjadi karena perbedaan suhu 

Benda yang terletak di sebelah kiri memiliki suhu yang lebih tinggi (T1) sedangkan benda yang terletak di sebelah kanan memiliki suhu yang lebih rendah (T2). Karena adanya perbedaan suhu (T1– T2), kalor mengalir dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda yang bersuhu rendah (arah aliran kalor ke kanan). Benda yang dilewati kalor memiliki luas penampang (A) dan panjang (l). Berdasarkan hasil percobaan, jumlah kalor yang mengalir selama selang waktu tertentu (Q/t) berbanding lurus dengan perbedaan suhu (T1– T2), luas penampang (A), sifat suatu benda (k konduktivitas termal) dan berbanding terbalik dengan panjang benda. Benda yang memiliki konduktivitas termal (k) besar merupakan penghantar kalor yang baik (konduktor termal yang baik). Sebaliknya, benda yang memiliki konduktivitas termal yang kecil merupakan merupakan penghantar kalor yang buruk (konduktor termal yang buruk).

Sudah diketahui bahwa tidak semua bahan dapat menghantar kalor sama sempurnanya. Sebagai contoh seorang tukang hembus kaca dapat memegang kaca yang akan dibentuknya, dengan jarak beberapa cm lebih jauh dari sumber panasnya. Akan tetapi seorang pandai tempa harus memegang benda yang akan ditempa dengan sebuah tang. Bahan yang dapat menghantar ka1or dengan baik dinamakan konduktor. Penghantar yang buruk disebut isolator. Pada umumnya zat padat merupakan konduktor termal yang baik, sedangkan zat cair dan zat gas merupakan konduktor termal yang buruk. Zat cair dan gas disebut juga sebagai isolator termal terbaik. Isolator termal = penghambat panas alias kalor.

Sifat bahan yang digunakan untuk menyatakan bahwa bahan tersebut merupakan suatu isolator atau konduktor ialah koefisien konduksi termal. Apabila nilai koefisien ini tinggi, maka bahan mempunyai kemampuan mengalirkan kalor dengan cepat. Untuk bahan isolator, koefisien ini bernilai kecil. Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna (logam) merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya. Selanjutnya bila diandaikan sebatang besi atau sembarang jenis logam dan salah satu ujungnya diulurkan ke dalam nyala api.

Dapat diperhatikan bagaimana kalor dipindahkan dari ujung yang panas ke ujung yang dingin. Apabila ujung batang logam tadi menerima energi kalor dari api, energi ini akan memindahkan sebahagian energi kepada molekul dan elektron yang membangun bahan tersebut. Moleku1 dan elektron merupakan alat pengangkut kalor di dalam bahan menurut proses perpindahan kalor konduksi. Dengan demikian dalam proses pengangkutan kalor di dalam bahan, aliran elektron akan memainkan peranan penting . Persoalan yang patut diajukan pada pengamatan ini ialah mengapa kadar alir energi kalor adalah berbeda. Hal ini disebabkan karena susunan molekul dan juga atom di dalam setiap bahan adalah berbeda.

Untuk satu bahan berfasa padat molekulnya tersusun rapat, berbeda dengan satu bahan berfasa gas seperti udara. Molekul udara adalah renggang seka1i. Tetapi dibandingkan dengan bahan padat seperti kayu, dan besi , maka molekul besi adalah lebih rapat susunannya daripada molekul kayu. Bahan kayu terdiri dari gabungan bahan kimia seperti karbon, uap air, dan udara yang terperangkap. Besi adalah besi. Kalaupun ada bahan asing, bahan kimia unsur besi adalah lebih banyak.

Contoh 1.2 Perpindahan Kalor Secara Konduksi.

Perpindahan kalor pada logam panci pemasak air atau batang logam pada dinding tungku. Pada saat bagian bawah panci disentuhkan ke sumber pemanas, panas menyebar ke seluruh permukaan bagian panci, energi ikatan molekul di sekitar bagian bawah panci akan berkurang, sehingga molekul-molekul di sekitarnya bergetar dan saling bertumbukan. Energi tumbukan/getaran tersebut selanjutnya diteruskan sampai ke bagian atas panci, maka temperatur bagian atas panci akan naik. Pindah panas berlangsung dari permukaan bagian bawah ke bagian atas panci.


Tanda ( - ) digunakan untuk memenuhi hukum II Thermodinamika yaitu “ Kalor mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala temperatur “.

1.5 Aliran Panas Konveksi (Aliran) 
Proses perpindahan ka1or secara aliran/konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Yang dimaksud dengan aliran ialah pengangkutan ka1or oleh gerak dari zat yang dipanaskan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan. Jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting. Keadaan permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan permukaan itu adalah yang utama. Lazimnya, keadaan keseimbangan termodinamik di dalam bahan akibat proses konduksi, suhu permukaan bahan akan berbeda dari suhu sekelilingnya. Dalam hal ini dikatakan suhu permukaan adalah T1 dan suhu udara sekeliling adalah T2 dengan Tl>T2. Kini terdapat keadaan suhu tidak seimbang diantara bahan dengan sekelilingnya.

Kalor yang dipindahkan secara konveksi dinyatakan dengan persamaan Newton, yakni :
q = - h. A. T ………………………………………….… ( 1.2 ) 

dimana :
 q  = Kalor yang dipindahkan
 h  = Koefisien perpindahan panas secara konveksi
 A = Luas bidang permukaan perpindahan panas
 T  = Temperatur 

Perpindahan kalor dengan jalan aliran dalam industri kimia merupakan cara pengangkutan kalor yang paling banyak dipakai. Oleh karena konveksi hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir, maka bentuk pengangkutan ka1or ini hanya terdapat pada zat cair dan gas. Pada pemanasan zat cair/gas terjadi aliran, karena massa yang akan dipanaskan tidak sekaligus di bawa ke suhu yang sama tinggi. Oleh karena itu bagian yang paling banyak atau yang pertama dipanaskan memperoleh massa jenis yang lebih kecil daripada bagian massa yang lebih dingin. Sebagai akibatnya terjadi sirkulasi, sehingga kalor akhimya tersebar pada seluruh zat. Perpindahan panas secara konveksi merupakan perpindahan energi antara permukaan padatan dan cairan atau gas yang berdekatan, dimana gas atau cairan tersebut sedang bergerak.

Perpindahan panas konveksi dibedakan menjadi dua, yaitu konveksi bebas dan konveksi paksa.

1.5.1 Konveksi Bebas/Alamiah 
Konveksi alamiah dapat terjadi karena ada arus yang mengalir akibat gaya apung, sedangkan gaya apung terjadi karena ada perbedaan densitas fluida tanpa dipengaruhi gaya dari luar sistem. Perbedaan densitas fluida terjadi karena adanya gradien suhu pada fluida.

Contoh 1.3 Konveksi Alamiah
Aliran udara yang melintasi radiator panas dan aliran air yang dipanaskan dalam panci serta aliran udara yang mendinginkan telur, seperti Gambar 1.4 di bawah ini.


Gambar 1.4 Perpindahan Panas Secara Konveksi Alamiah 

Ketika kita memanaskan air menggunakan kompor, kalor mengalir dari nyala api (suhu lebih tinggi) menuju dasar wadah (suhu lebih rendah). Karena mendapat tambahan kalor, maka suhu dasar wadah meningkat. Ingat, yang bersentuhan dengan nyala api adalah bagian luar dasar wadah. Karena terdapat perbedaan suhu, maka kalor mengalir dari bagian luar dasar wadah (yang bersentuhan dengan nyala api) menuju bagian dalam dasar wadah (yang bersentuhan dengan air). Suhu bagian dalam dasar wadah pun meningkat. Karena air yang berada di permukaan wadah memiliki suhu yang lebih kecil, maka kalor mengalir dari dasar wadah (suhu lebih tinggi) menuju air (suhu lebih rendah). Perlu diketahui bahwa perpindahan kalor pada wadah terjadi secara konduksi.

Perpindahan kalor dari dasar wadah menuju air yang berada di permukaannya juga terjadi secara konduksi. Adanya tambahan kalor membuat air yang menempel dengan dasar wadah mengalami peningkatan suhu. Akibatnya air tersebut memuai. Ketika memuai, volume air bertambah. Karena volume air bertambah maka massa jenis air berkurang. Ingat, persamaan massa jenis atau kerapatan (massa jenis = massa / volume). Massa air yang memuai tidak berubah, yang berubah hanya volumenya saja. Karena volume air bertambah, maka massa jenisnya berkurang. Berkurangnya massa jenis air menyebabkan air bergerak ke atas ( mengapung). Mirip seperti gabus atau kayu kering yang terapung jika dimasukan ke dalam air. Gabus atau kayu kering bisa terapung karena massa jenisnya lebih kecil dari massa jenis air. Karena bergerak ke atas maka posisi air tadi digantikan oleh molekul air yang berada di sebelah atas. Demikian seterusnya sampai semua air yang berada dalam wadah menerima kalor. Tetapi air yang memiliki suhu yang tinggi tidak langsung meluncur tegak lurus ke atas tetapi berputar seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.4b. Hal ini disebabkan karena molekul air yang berada tepat di atasnya memiliki massa jenis yang lebih besar.

Perpindahan kalor pada proses pemanasan air merupakan salah satu contoh perpindahan kalor secara konveksi.

Catatan : Pada contoh di atas, proses perpindahan kalor dengan cara konveksi hanya terjadi dalam air. Perpindahan kalor dari dasar wadah menuju air terjadi secara konduksi. Jika nyala api bersentuhan dengan wadah, maka kalor mengalir dari nyala api (suhu lebih tinggi) menuju wadah (suhu lebih rendah) dengan cara konduksi. Sebaliknya, jika nyala api tidak bersentuhan dengan wadah maka kalor mengalir dari nyala api menuju wadah dengan cara radiasi. Jika nyala api cukup besar maka kalor tidak hanya mengalir dari nyala api menuju dasar wadah tetapi juga menuju dinding wadah. Perpindahan kalor bisa terjadi dengan cara konduksi (apabila nyala api bersentuhan dengan dinding wadah) atau perpindahan kalor bisa terjadi dengan cara radiasi (apabila nyala api tidak bersentuhan dengan dinding wadah).

Contoh 1.4 Peristiwa Konveksi 
Peristiwa angin laut dan angin darat. Peristiwa angin laut terjadi pada siang hari. Kalor jenis daratan (zat padat) lebih kecil daripada kalor jenis air laut (zat cair). Akibatnya ketika dipanaskan oleh cahaya matahari pada siang hari, kenaikan suhu daratan lebih besar daripada kenaikan suhu air laut. Jadi daratan lebih cepat panas (suhu lebih tinggi) daripada air laut (suhu air laut lebih rendah). Daratan akan memanaskan udara yang berada tepat di atasnya sehingga suhu udara pun meningkat. Karena mengalami peningkatan suhu maka udara memuai.

Ketika memuai, volumenya bertambah. Akibatnya massa jenis udara berkurang. Karena massa jenis udara berkurang, maka udara tersebut bergerak ke atas (1). Posisi udara yang bergerak ke atas tadi digantikan oleh udara yang berada di atas permukaan laut. Hal ini disebabkan karena massa jenis udara yang berada di atas permukaan laut lebih besar. Ketika bergerak ke darat, posisi udara tadi digantikan oleh udara yang berada tepat di atasnya (2). Sampai pada ketinggian tertentu, udara panas yang bergerak ke atas mengalami penurunan suhu. Ingat, ketika suhu udara menurun, volume udara juga berkurang. Berkurangnya volume udara menyebabkan massa jenis udara bertambah. Akibatnya, udara yang sudah mendingin tadi akan turun ke bawah untuk menggantikan posisi udara yang bergerak dari permukaan laut (3). Proses ini terjadi terus menerus sehingga terbentuk arus konveksi udara sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 1.5. Peristiwa ini lazim disebut dengan julukan angin laut.

Gambar 1.5 Peristiwa angin laut yang terjadi akibat peristiwa konveksi 

Sedangkan angin darat yang terjadi pada malam hari, mempunyai mekanisme peristiwa konveksi sebagai berikut :
Ketika malam tiba, daratan lebih cepat dingin daripada air laut. Dengan kata lain, pada malam hari, suhu daratan lebih rendah daripada suhu air laut. Hal ini disebabkan karena kalor jenis daratan (zat padat) lebih kecil daripada kalor jenis air laut (zat cair). Walaupun jumlah kalor yang dilepaskan oleh daratan dan air laut sama, tetapi karena kalor jenis daratan lebih kecil daripada kalor jenis air laut, maka penurunan suhu yang dialami oleh daratan lebih besar daripada air laut. Air laut yang memiliki suhu lebih tinggi menghangatkan udara yang berada di atasnya. Akibatnya suhu udara yang berada di atas permukaan laut meningkat. Peningkatan suhu udara menyebabkan massa jenis udara berkurang sehingga udara bergerak ke atas (1). Daratan yang memiliki suhu lebih rendah mendinginkan udara yang berada di atasnya. Akibatnya suhu udara yang berada di atas daratan menurun. Penurunan suhu udara menyebabkan massa jenis udara bertambah. Udara yang berada di atas daratan segera bergerak ke laut (2). Sampai pada ketinggian tertentu, udara yang bergerak ke atas mendingin (suhunya menurun). Penurunan suhu menyebabkan massa jenis udara bertambah. Udara akan turun ke bawah, menggantikan posisi udara yang telah bergerak ke laut (3).

Proses ini terjadi terus menerus sehingga terbentuk arus konveksi udara sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 1.6. Peristiwa ini disebut dengan angin darat.


Gambar 1.6 Peristiwa angin darat yang terjadi akibat peristiwa konveksi 

1.5.2. Konveksi Paksa
Pada konveksi paksa, fluida dipaksa mengalir karena adanya gaya dari luar seperti pompa, kipas atau angin. Contoh 1.5 Konveksi Paksa Peristiwa mendinginkan telur rebus menggunakan kipas angin, mendinginkan sesuatu dengan cara ditiup, dan pemanasan air yang disertai dengan pengadukan, seperti pada Gambar 1.7.

Pada perpindahan kalor secara konveksi, energi kalor ini akan dipindahkan ke sekelilingnya dengan perantaraan aliran fluida. Oleh karena pengaliran fluida melibatkan pengangkutan massa, maka selama pengaliran fluida bersentuhan dengan permukaan bahan yang panas, suhu fluida akan naik. Gerakan fluida melibatkan kecepatan yang seterusnya akan menghasilkan aliran momentum. Jadi massa fluida yang mempunyai energi termal yang lebih tinggi akan mempunyai momentum yang juga tinggi.


Gambar 1.7 Proses Perpindahan Panas Secara Konveksi Paksa 

Peningkatan momentum ini bukan disebabkan masanya akan bertambah. Malahan massa fluida menjadi berkurang karena kini fluida menerima energi kalor. Fluida yang panas karena menerima kalor dari permukaan bahan akan naik ke atas. Kekosongan tempat massa benda alir yang telah naik itu diisi pula oleh massa fluida yang bersuhu rendah. Proses ini akan berlangsung berulang-ulang. Dalam kedua proses konduksi dan konveksi, faktor yang paling penting yang menjadi penyebab dan pendorong proses tersebut adalah perbedaan suhu. Apabila perbedaan suhu. terjadi maka keadaan tidak stabil termal akan terjadi. Keadaan tidak stabil ini perlu diselesaikan melalui proses perpindahan kalor.

Dalam pengamatan proses perpindahan kalor konveksi, masalah yang utama terletak pada cara mencari metode penentuan nilai h dengan tepat. Nilai koefisien ini tergantung kepada banyak faktor. Jumlah kalor yang dipindahkan, bergantung pada nilai h. Jika cepatan medan tetap, artinya tidak ada pengaruh luar yang mendoromg fluida bergerak, maka proses perpindahan ka1or berlaku. Sedangkan bila kecepatan medan dipengaruhi oleh unsur luar seperti kipas atau peniup, maka proses konveksi yang akan terjadi merupakan proses perpindahan kalor konveksi paksa dan yang membedakan kedua proses ini adalah dari nilai koefisien h-nya.

1.6 Aliran Panas Radiasi (Pancaran)
Pancaran (radiasi) ialah perpindahan kalor melalui gelombang dari suatu zat ke zat yang lain. Semua benda memancarkan ka1or. Keadaan ini baru terbukti setelah suhu meningkat. Pada hakekatnya proses perpindahan ka1or radiasi terjadi dengan perantaraan foton dan juga gelombang elektromagnet. Terdapat dua teori yang berbeda untuk menerangkan bagaimana proses radiasi itu terjadi. Semua bahan pada suhu mutlak tertentu akan menyinari sejumlah energi ka1or tertentu. Semakin tinggi suhu bahan tadi maka semakin tinggi pula energi ka1or yang disinarkan. Proses radiasi adalah fenomena permukaan.

Proses radiasi tidak terjadi pada bagian da1am bahan. Tetapi suatu bahan apabila menerima sinar, maka banyak ha1 yang boleh terjadi. Apabila sejumlah energi ka1or menimpa suatu permukaan, sebahagian akan dipantulkan, sebahagian akan diserap ke da1am bahan, dan sebagian akan menembusi bahan dan terus ke luar. Jadi da1am mempelajari perpindahan ka1or radiasi akan dilibatkan suatu fisik permukaan. Perpindahan kalor dengan cara konduksi dan konveksi membutuhkan medium. Sebaliknya, perpindahan kalor dengan cara radiasi tidak membutuhkan medium. Yang dimaksudkan dengan medium adalah benda‐benda yang berfungsi sebagai penghantar kalor. Penghantar kalor yang baik menggunakan cara konduksi adalah zat padat. Sedangkan penghantar kalor yang baik menggunakan cara konveksi adalah zat cair dan zat gas.

Perpindahan kalor dengan cara radiasi tidak menggunakan penghantar. Radiasi merupakan perpindahan kalor dalam bentuk gelombang elektromagnetik, seperti cahaya tampak (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu dll), infra merah dan ultraviolet.

Contoh 1.6 Perpindahan Kalor dengan Cara Radiasi.

Perpindahan kalor dari matahari menuju bumi. Matahari memiliki suhu lebih tinggi (sekitar 6000 K), sedangkan bumi memiliki suhu yang lebih rendah. Karena terdapat perbedaan suhu antara matahari dan bumi, maka secara otomatis kalor berpindah dari matahari (suhu lebih tinggi) menuju bumi (suhu lebih rendah). Seandainya perpindahan kalor dari matahari menuju bumi memerlukan perantara alias medium, maka kalor tidak mungkin tiba di bumi. Persoalannya karena peristiwa ini harus melewati ruang hampa. Jika tidak ada kalor yang mengalir dari matahari, maka kehidupan di bumi tidak akan pernah ada. Kehidupan di bumi sangat bergantung pada energi yang disumbangkan oleh matahari. 


Gambar 1.8 Radiasi panas matahari ke bumi 

Contoh 1.7 Perpindahan Kalor dengan Cara Radiasi. Panas yang dirasakan ketika berada di dekat nyala api. Kita bisa merasa hangat atau kepanasan ketika berada di dekat nyala api karena kalor berpindah dengan cara radiasi dari nyala api (suhu lebih tinggi) menuju tubuh kita (suhu lebih rendah). Dengan kata lain, kita bisa merasa hangat atau kepanasan karena adanya energi yang berpindah dengan cara radiasi dari nyala api menuju tubuh.


 Gambar 1.8 Contoh aplikasi perpindahan panas secara Radiasi, konduksi dan konveksi 

Perpindahan kalor dengan cara radiasi sedikit berbeda dibandingkan dengan perpindahan kalor dengan cara konduksi dan konveksi. Perpindahan kalor dengan cara konduksi dan konveksi terjadi ketika benda-benda yang memiliki perbedaan suhu saling bersentuhan. Sebaliknya, perpindahan kalor dengan cara radiasi bisa terjadi tanpa adanya sentuhan. Matahari dan bumi tidak saling bersentuhan, tetapi kalor bisa berpindah dari matahari menuju bumi. Demikian juga nyala api dan tubuh kita tidak saling bersentuhan, tetapi tubuh bisa merasakan panas kalau kita berdiri di dekat nyala api. Benda yang permukaannya berwarna gelap (hitam pekat, seperti arang) memiliki emisivitas mendekati 1, sedangkan benda yang berwarna terang memiliki emisivitas mendekati 0. Semakin besar emisivitas suatu benda (e mendekati 1), semakin besar laju kalor yang dipancarkan benda tersebut. Sebaliknya, semakin kecil emisivitas suatu benda (e mendekati 0), semakin kecil laju kalor yang dipancarkan. Benda yang berwarna gelap biasanya memancarkan kalor yang lebih banyak dibandingkan dengan benda yang berwarna terang.

Besarnya emisivitas tidak hanya menentukan kemampuan suatu benda dalam memancarkan kalor tetapi juga kemampuan suatu benda dalam menyerap kalor yang dipancarkan oleh benda lain. Benda yang memiliki emisivitas mendekati 1 (benda yang berwarna gelap) menyerap hampir semua kalor yang dipancarkan padanya. Hanya sebagian kecil saja yang dipantulkan. Sebaliknya, benda yang memiliki emisivitas mendekati 0 (benda yang berwarna terang) menyerap sedikit kalor yang dipancarkan padanya.

Sebagian besar kalor dipantulkan oleh benda tersebut. Bahan yang dianggap mempunyai ciri yang sempurna ada1ah jasad hitam. Disamping itu, sama seperti cahaya lampu, adaka1anya tidak semua sinar mengenai permukaan yang dituju. Jadi da1am masalah ini kita mengena1 satu faktor pandangan yang lazimnya dinamakan faktor bentuk. Maka jumlah ka1or yang diterima dari satu sumber akan berbanding langsung sebahagiannya terhadap faktor bentuk ini. Dalam pada itu, sifat termal permukaan bahan juga penting. Berbeda dengan proses konveksi, medan a1iran fluida disekeliling permukaan tidak penting, yang penting ialah sifat termal saja. Dengan demikian, untuk memahami proses radiasi dari satu permukaan kita perlu memahami juga keadaan fisik permukaan bahan yang terlibat dengan proses radiasi yang berlaku.

Proses perpindahan panas sering terjadi secara serentak. Misa1nya sekeping plat yang dicat hitam. La1u dikenakan dengan sinar matahari. Plat akan menyerap sebahagian energi matahari. Suhu plat akan naik ke satu tahap tertentu. Oleh karena suhu permukaan atas naik maka kalor akan berkonduksi dari permukaan atas ke permukaan bawah. Da1am pada itu, permukaan bagian atas kini mempunyai suhu yang lebih tinggi dari suhu udara sekeliling, maka jumlah kalor akan disebarkan secara konveksi. Tetapi energi panas juga disebarkan secara radiasi. Dalam hal ini dua hal terjadi, ada panas yang dipantulkan dan ada panas yang dipindahkan ke sekeliling.


Gambar 1.9. Perpindahan panas radiasi (a) pada permukaan, (b) antara permukaan dan lingkungan 

Berdasarkan kepada keadaan termal permukaan, bahan yang di pindahkan dan dipantulkan ini dapat berbeda. Proses radiasi tidak melibatkan perbedaan suhu. Keterlibatan suhu hanya terjadi jika terdapat dua permukaan yang mempunyai suhu yang berbeda. Dalam hal ini, setiap permukaan akan menyinarkan energi kalor secara radiasi jika permukaan itu bersuhu T dalam unit suhu mutlak. Lazimnya jika terdapat satu permukaan lain yang saling berhadapan, dan jika permukaan pertama mempunyai suhu T1 mutlak sedangkan permukaan kedua mempunyai suhu T2 mutlak, maka permukaan tadi akan saling memindahkan kalor.

Pada radiasi panas, panas diubah menjadi gelombang elektromagnetik yang merambat tanpa melalui ruang media penghantar. Jika gelombang tersebut mengenai suatu benda, maka gelombang dapat mengalami transisi ( diteruskan ), refleksi ( dipantulkan ), dan absorpsi ( diserap ) dan menjadi kalor. Hal itu tergantung pada jenis benda, sebagai contoh memantulkan sebagian besar radiasi yang jatuh padanya, sedangkan permukaan yang berwarna hitam dan tidak mengkilap akan menyerap radiasi yang diterima dan diubah menjadi kalor. Contoh radiasi panas antara lain pemanasan bumi oleh matahari.

Menurut hukum Stefan Boltzmann tentang radiasi panas dan berlaku hanya untuk benda hitam, bahwa kalor yang dipancarkan ( dari benda hitam ) dengan laju yang sebanding dengan pangkat empat temperatur absolut benda itu dan berbanding langsung dengan luas permukaan benda.

1.7 Rangkuman
Bila dua buah benda yang temperaturnya berbeda beada dalam kontak termal, maka panas akan mengalir dari benda yang temperaturnya lebih tinggi ke benda yang temperaturnya lebih rendah. Aliran panas selalu berlangsung menurut arah penurunan temperatur dan dapat berlangsung dengan tiga ragam mekanisme : konduksi atau hantaran, konveksi, dan radiasi atau pancaran. Panas konduksi merupakan akibat dari perpindahan momentum oleh masing-masing molekul disamping gradien suhu. Panas konveksi hanya berlangsung bila ada gaya yang bekerja pada partikel atau ada arus fluida yang dapat membuat gerakan melawan gaya gesekan dan panas radiasi terjadi karena perpindahan oleh foton-foton.

1.8 Soal Latihan
1. Jelaskan pengertian koefisien perpindahan panas?
2. Apa yang dimaksud dengan mekanisme perpindahan panas ? Jelaskan perbedaan satu dengan yang lainnya serta berikan contoh mekanisme tersebut.
3. Defenisikan pengertian konduktifitas termal?

1 komentar: